9/21/2015 Goosebumps - Misteri Anjing Hantu - Review

Sial bagiku, baru saja pindah rumah sudah tersesat. Ku putuskan untuk berjalan ke sebelah kanan, kalau rumahku belum kelihatan juga aku akan berbalik ke sebelah kiri. Tak ada salahnya mencoba, toh aku sudah tesesat.




Bunyi ranting patah membuatku berpaling, dan membuatku agak panik. Tak ada siapa-siapa, cuma tupai atau sebangsanya. Kataku dalam hati, menenangkan diri. Aku kembali berjalan lurus. Baru saja beberapa langkah, ku dengar lagi suara ranting patah.

"Si-siapa itu?" seruku dengan suara parau. Tak ada jawaban, dan aku kembali meghadap ke depan. Sejenak aku duduk di tanah. Ku lirik jam tanganku, sudah hampir pukul delapan. Sebentar lagi Papa akan keluar ke perkarangan. Pagi ini dia mau memasang tempat panggangan baberque. Aku tinggal menunggunya mengetuk kan palu, dan aku berjalan ke arahnya.

Tak lama ku duduk istirahat, tiba-tiba tanganku ada yang mencengkram. Seketika aku berdiri dan kabur, dan tersandung kakiku sendiri. Cepat-cepat aku berdiri lagi-dan berseru tertahan. Anak cewek.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil bertolak pinggang. "Yeah, aku tidak apa-apa" sahutku. "Aku tak bermaksud menaku-nakutimu" katanya. "Aku tidak takut,"aku berbohong"

"Sungguh," ujarnya "Aku sih pasti takut kalau ada orang yang menarik tanganku seperti itu."

"Sudah ku bilang, aku tidak takut" balasku ketus. 

Cevel itu terus menatapku. Dia cuma berdiri dan menatapku. "Siapa kau?" aku akhirnya bertanya. "Margaret Ferguson," dia menjawab. "Tapi orang memanggilku Fergie, aku tinggal di balik hutan ini."

"Kupikir di sini tidak ada siapa-siapa," ujarku. "Yeah, memang cuma sedikit rumah di sini Cooper" Sahutnya. "Hei! dari mana kau tahu namaku?" tanyaku. "Aku, ehm, aku mengamati kaliah pindah kemarin," dia mengakui. "Aku mendengar kau dipanggil Cooper oleh ayahmu. Dan aku tahu kau punya kakak bernama Mickey" dia menambahkan. "Dia brengsek"

Aku tertawa, "Soal itu aku setuju!" seruku. "Ehm, sudah berapa lama kau tinggal di sini?" 

Dia tidak menjawab, dan malah menundukkan kepala. "Aku tanya kau sudah berapa lama...." Tiba-tiba dia menoleh dan menatap mataku. Roman mukanya mengencang solah dia sedang kesakitan "Margare!" seruku "Ada apa? Ada apa?" 

Dia membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar. Dia menari napas sambil megap-megap. Akhirnya dia merai pundakku dan merapatkan wajahnya ke wajahku. "Anjing," Bisiknya. Kemudian dia melepaskanku dan langsung kabur. 

Tanpa pikir panjang aku mengejarnya, tak lama kemudian ku berhasil menyusulnya dan kuraih punggungnya. "Margaret, apa maksudmu 'Anjing'?" tanyaku. "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" pekiknya.

"Aku perlu tahu, kenapa kau bilang 'anjing'?" aku mendesak. "Anjing? Aku tidak ingat bilang begitu" dia terlihat bingung. "ya, kau bilang begitu!" aku bersikeras. "Kau menatapku dan bilang 'Anjing'".

"Aku tidak ingat sama sekali," sahutnya pelan. "Dengar aku Cooper," dia berbisik dengan gaya misterius. "Aku memperingatkanmu, beritahu orang tuamu. Kalian semua harus segera pergi!" dengan gelisah dia menoleh ke belakang, lalu kembali berpaling padaku. "Aku mohon, pergilah dari sini secepat mungkin!" Kemudian dia kembali berlari.

"Fergie!" panggilku. "Tunggu! Aku ingin tahu ada apa sebenarnya!" tapi aku tak sanggup mengejarnya. Tanpa diduga dia berhenti dan berpaling padaku. "Begini Cooper, Hutan ini ada hantunya. Dan sepertinya rumahmu juga. Pulanglah, dan beritahu orang tuamu agar segera kembali ke tempat kalin yang dulu." Dia mulai berlari lagi.

Kali ini aku tidak mengikutinya. Padahal justru itu yang harus aku lakukan, aku lupa bahwa aku tersesat. Aku pun berbalik, rumahku pasti ke arah yang berlawanan. Kataku dalam hati.

Gara-gara berjalan sambil menegadah, aku nyaris tercebur ke kali kecil. Aku membungkuk dan menciduk air. Oh, dingin sekali. Kuseka tangan pada bajuku. Tiba-tiba aku merinding lagi. Rasanya ada yang mengawasiku.

Ternyata memang ada yang mengawasiku. Aku melihat anjing Labrador hitam yang besar sekali. Mata kedua anjing itu menyala. Lidahnya terjulur. Salah satunya menyeringai, giginya kuning dan mengerikan. 

Kedua-duanya menggeram. Sikap mereka mengerikan sekali, sangat tidak bersahabat. Kedua anjing itu menatapku seakan-akan kelaparan. Sesaat kemudian mereka menyerangku.

Digg it StumbleUpon del.icio.us

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Cerpost
Carbon 12 Bogor template by Yamin Ganteng. Supported by Bapana